Makalah Tentang Al-Qur'an
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai masyarakat
islam terbanyak diantara negara-negara lain di dunia, dari sekitar 178 juta
penduduk hampir 90% adalah penduduk beragama islam tang taat karna itu
perhatian pemerintah banyak dupayakan untuk membangun masyarakat mencari
kesejahteraan rohaniah keagamaan disamping kesejahteraan lahiriah.
Diantara upaya-upaya itu adalah penyediaan kitab suci
Al-Quran. Saya sebagai seorang yang beragama isalam membuat makalah ini untuk
lebih mengenalkan Al-Quran dilingkungan siswa.
1.2. Perumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang diatas, maka kami dapat
mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
·
Apa
itu Al-Quran?
·
Bagaimna
cara diturunkanya Al-Quran?
·
Apa
saja nama-nama Al-Quran?
·
Apa
itu Tajwid?
1.3. Tujuan Penulisan
Setiap kita hendak melakukan sesuatu pekerjaan atau pun
kegiatan hendaknya kita melakukan atau lebih dahulu apa yang kita yang ingin
kita capai. Sehingga apa yang kita lakukan lebih terarah dan teratur untuk
memperolaeh hasil sesuai yang diharapkan.
Berdasarkan rumusan masalah diatas , tujuan penelitian
penulisan in I adalah untuk membahasa tentang:
1.
Pengertian Al-Quran.
2.
Cara
Al-Quran diturunkan.
3.
Kandungan
Al-Quran dan lain sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Arti
Kata Al-Quran Dan Apa yang Dimaksud Dengan Al-Quran
Menurut pendapat
orang yang berpendapat paling kuat yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti
Bacaanasal kata Al-Quran, quran itu berbentuk masdar dengan arti islam maful yaitu maqru(dibaca)
Konsep pemakaian kata ini dapat juga
dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an
(di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah
tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu
ikuti {amalkan} bacaannya”
dengan
definisi kelam Allah yang diturunkan kepda nabi-nabi selain nabi Muhammad S.AW.
tidak dinamakn teurot seperti yang diturunkan kepada nabi isa A.S demikian pula
kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad S.A.W. yang dibacanya tidak di
anggap sebagai ibadah seperti hadis qudsi, tidak pula dinamakan Al-Quran.
2.2.
Cara-cara Al-Quran Diturunkan
Nabi
Muhammad S.AW. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam, cara dan
keadaan diantaranya:
1.
Malaikat
memasukkan wahyu itu kedalam hatinya. Dalam hal ini, Nabi saw tidak melihat
sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya.
Mengenai hal ini, Nabi mengatakan: “ Ruhul qudus mewahyukan kedalam
kalbuku”, (lihat surat (42) Asy Syuura ayat (51).
2.
Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi
berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau
mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3.
Wahyu datang kepadanya seperti
gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi.
Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu
dimusim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti
dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang
mengendarai unta. Diriwayatkan oleg Zaid bin Tsabit:” Aku adalah penulis
wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya
wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran
seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau
kembali seperti biasa”.
4.
Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi,
tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan nomor 2, tetapi benar-benar
seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surat (53) An
Najm ayat 13 dan 14 :
وَلَقَدْ
رَءَاهُ نَزْلَةً أُخْرَى – عِنْدَ سِدْرَةِ اْلمُنْتَهَى
Artinya:” Sesungguhnya Muhammad telah
melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika (ia berada) di Sidratulmuntaha.
2.3.
Hikmah Diturunkanya Al-Quran secara
berangsur-angsur
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22
hari, tentunya mengandung hikmah. Adapun hikmah Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur itu ialah :
A.
Agar
lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan
dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak.
Hal ini disebutkan oleh Bukhari dari riwayat ‘Aisyah ra.
B.
Diantara
ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan.
Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’an diturunkan sekaligus. (Ini
menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
C.
Turunnya
sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan
dan lebih berpengaruh di hati.
D.
Memudahkan
penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menanyakan mengapa Al-Qur’an tidak
diturunkan sekaligus, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surah Al-Furqaan: 32
:
“. . . . mengapakah Al-Qur'an tidak
diturunkan kepadanya sekaligus . . . . ?” Kemudian dijawab di dalam ayat itu
sendiri :
“ . . . . Demikianlah, dengan (cara)
begitu Kami hendak menetapkan hatimu . . . . “
Di antara ayat-ayat yang ada merupakan jawaban daripada
pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagaimana dikatakan
oleh Ibnu ‘Abbas ra. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur’an diturunkan
sekaligus.
2.4.
Ayat Makkiyyah dan Ayat Madaniyya
Dilihat dari segi turunnya, maka
ayat-ayat Al-Qur’an itu dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.
Ayat-ayat
Makkiyyah, ialah ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah atau sebelum
Nabi Muhammad SAW. berhijrah ke
Madinah.
2.
Ayat-ayat
Madaniyyah, ialah ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau
Saturday, March 10, 2012
Saturday, March 10, 2012
sesudah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke
Madinah.Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al-Qur’an seluruhnya
yang terdiri dari 86 surat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyyah mencakup 11/30
isi Al-Qur’an yang terdiri atas 28 surat.
Adapun perbedaan antara suran makiyyah
dan madaniah yaitu:
1. Kebanyakan
ayat-ayat Makiyyah memakai konteks kalimat tegas dan lugas karena kebanyakan
obyek yang didakwahi menolak dan berpaling, maka hanya cocok mempergunakan
konteks kalimat yang tegas. Baca surat Al-Muddatstsir dan surat Al-Qamar.
2. Sedangkan
ayat-ayat Madaniyah kebanyakan mempergunakan konteks kalimat yang lunak karena
kebanyakan obyek yang didakwahi menerima dan taat. Baca surat Al-Maa’idah.
3. Kebanyakan
ayat-ayat Makkiyah adalah ayat-ayat pendek dan argumentatif, karena kebanyakan
obyek yang didakwahi mengingkari, sehingga konteks ayatpun mengikuti kondisi
yang berlaku. Baca surat Ath-Thuur.
4. Sedangkan
ayat-ayat Madaniyah kebanyakan adalah ayat-ayat pendek, penjelasan tentang
hukum-hukum dan tidak argumentatif, karena disesuaikan dengan kondisi obyek
yang didakwahi. Baca ayat tentang hutang-piutang dalam surat Al-Baqarah.
2.5.
Nama-nama Al-Quran
Allah juga memberi beberapa nama
lain selain dengan sebutan Al-Qur’an, diantaranya:
1. Al-Kitab (ألكتاب) atau Kitabullah, adalah padanan dari kata
Al-Qur’an, sepertitersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 2:
ذَالِكَ
الْكِتَابُ لاَرَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
2. Al-Furqan (ألفرقان), artinya Pembeda, ialah yang membedakan
antara yang benar dan yang salah, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Furqan
ayat 1:
تَبَارَكَ الَّذِى نَزَّلَ اْلفُرْقَانَ عَلىَ
عَبْدِهِ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا
Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan
(Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam”.
3. Adz-Dzikru, artinya Peringatan, sebagaimana
firman Allah SWT. dalam surat Al-Hijr ayat
إِنَّانَحْنُ نَزَّلْنَاالذِّكْرَوَإِنَّالَه لَحَافِظُوْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
2.6.
Surat-surat Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
terdiri dari 114 surat. Ketentuan mengenai nama dan batas tiap-tiap surat serta
susunan ayat-ayatnya sudah ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.
(secara taufiqi). Bila ditinjau dari dari panjang dan pendeknya surat,
surat-surat Al-Qur’an dikelompokkan
menjadi beberapa bagian:
menjadi beberapa bagian:
1. Assabi’uththiwal
(ألسّابع الطّوال), maksudnya 7 surat yang panjang, yaitu:
Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’,
Al-A’raf, Al-An’am, Al-Maidah dan Yunus.
2.
Al-Miun (ألمئون), maksudnya
surat-surat yang berisi 100 ayat lebih, seperti Hud,Yusuf, Mu’min, dan
seterusnya.
3.
Al-Matsani (ألمثان), maksudnya
surat-surat yang berisi kurang sedikit dari 100 ayat, misalnya surat Al-Anfal,
Al-Hijr, dan sebagainya.
4.
Al-Mufashshal (ألمفصّل), maksudnya
kelompok surat-surat pendek, seperti Adh-Dhuha,
Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, dan sebagainya.
2.7.
Hurup-hurup hijaiyah yang ada pada permulaan
surat
Di
dalam Al Qur'an ada 29 surat yang dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah yaitu
pada surat-surat:
(1)
Al Baqarah, (2) Ali Imran, (3) AL A'raf, (4) Yunus, (5) Yusuf, (7) Ar Ra'ad (8)
Ibrahim, (9) Al Hijr, (10) Maryam, (11) Thahaa, (12) Asy Syuraa, (13) An Naml,
(14) Al Qashas, (15) Al 'Ankabut, (16) Ar Ruum, (17) Lukman, (18) As Sajdah,
(19) Yasin, (20) Shaad, (21) Al Mu'min, (22) Fushshilat, (23) Asy Syuura, (24)
Az Zukhruf, (25) Ad Duukhan, (26) Al Jaatsiyah, (27) al Ahqaaf, (28) Qaaf, (29)
Al Qalaam (Nuun).
Huruf-huruf hijaiyah yang terdapat pada permlaan tiap-tiap surat tersebut di atas, dinamakan "Fawatihushshuwar" artinya pembukaan surat-surat.
Huruf-huruf hijaiyah yang terdapat pada permlaan tiap-tiap surat tersebut di atas, dinamakan "Fawatihushshuwar" artinya pembukaan surat-surat.
2.8.
Pembagian Al-Qur’an
Sejak zaman sahabat sudah ada
pengelompokkan Al-Qur’an menjadi: 1/2, 1/3, 1/5, dan sebagainya. Pembagian
tersebut sekedar untuk hafalan dan amalan keseharian atau dalam sembahyang,
namun tidak tercatat dalam lembar Al-Qur’an atau dipinggirnya.Salah satu cara
pembagian Al-Qur’an yang digunakan dewasa ini (termasuk di Indonesia) adalah :
114 surat, dibagi menjadi 30 juz dan 554 ruku’. Surat-surat panjang berisi
beberap ruku’ sedangkan surat-surat pendek berisi satu ruku’. Tiap satu ruku’
diberi tanda di sebelah pinggirnya dengan huruf : ع. Adapun pertengahan Al Qur’an terdapat
pada surat
Al-Kahfi ayat 19 pada lafazh : وَلْيَتَلَطَّفْ
Al-Kahfi ayat 19 pada lafazh : وَلْيَتَلَطَّفْ
2.9.
Tajwid
Al-Qur'an adalah sebuah kalam yang diturunkan dalam bahasa Arab. Dengan demikian wajib mengikuti kaidah yang ada pada bahasa Arab, sehingga makna yang dimaksudkan al-Qur'an tidaklah berubah. Kaidah bahasa dalam hal ini adalah nahwu untuk urusan susunan katanya, dan tajwid untuk urusan cara membacanya. Sedangkan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah kaidah yang berkaitan dengan cara membacanya.
Al-Qur'an adalah sebuah kalam yang diturunkan dalam bahasa Arab. Dengan demikian wajib mengikuti kaidah yang ada pada bahasa Arab, sehingga makna yang dimaksudkan al-Qur'an tidaklah berubah. Kaidah bahasa dalam hal ini adalah nahwu untuk urusan susunan katanya, dan tajwid untuk urusan cara membacanya. Sedangkan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah kaidah yang berkaitan dengan cara membacanya.
Dahulu,
ketika al-Qur'an diturunkan, belum diperlukan ilmu semacam ini, karena orang
Arab dengan tabiatnya telah terbiasa membaca dengan benar bahasa Arab yang mana
merupakan bahasa komunikasi mereka sehari-hari. Namun ketika Islam telah
berkembang, diperlukanlah aturan ini, karena banyaknya muslim yang selain Arab
yang tidak lagi mempunyai tabiat bahasa seperti orang Arab. Orang-orang ini
sering salah dalam mebaca al-Qur'an baik secara ’rob ataupun ahkam
al-hurufnya. Sadar dengan keadaan ini, para ulama kemudian merumuskan
kaidah yang mengatur tentang i’rob dan bagaimana membaca al-Qur'an
dengan sebaik-baik bacaan. Karena itu muncullah dua ilmu, Tajwid dan Nahwu.
Ilmu Tajwid
Tajwid
menurut bahasa adalah mashdar dari lafadz جوّد, يجوّد berarti
memperbaiki atau membuat baik (Abdu al-Qayyum bin ‘Abd al-Ghafur al-Sind: 2001:
159). Isim dari kata tersebut adalah kataجودة yaitu lawan kata الرداءة
(keburukan, kejelekan). Dalam Nihayah al-Qaul al-Mufid dijelaskan
bahwa makna tajwid itu adalah puncak maksimal dalam penyempurnaan, serta
sampainya batas akhir dalam berbuat baik (Hasaniy Syaikh Utsman: 1994).
Sementara
menurut istilah ulama,ada beberapa variasi definisi yang dikemukakan para
ulama. Menurut Abdu al-Qayyum dalam kitab Shafahatnya, ilmu tajwid
adalah ilmu tentang tata cara membaca kata-kata dalam al-Qur'an al-Karim dari
segi pengucapan huruf dari makhrajnya serta memberikan haknya huruf sesuai
dengan huruf yang berhak. Sementara itu menurut Hasaniy Syaikh Utsman, ilmu
tajwid adalah ilmu yang dengannya bisa diketahui cara-cara mengucapkan
kata-kata dari al-Qur'an. Adapun tajwidnya huruf adalah mendatangi huruf dengan
sebaik-baik lafadz sesuai dengan cara pengucapan huruf yang terbaik, yaiatu
cara pengucapan Rasulullah SAW. Sedangkan menurut ulama Qurra`,
seperti yang terekam dalam nazham syairJazariyyahadalah membaca
al-Qur'an dengan memenuhi hak-hak (makhraj-makhraj) huruf dengan
semestinya, dengan memperhatikan semua sifat al-huruf. Selain itu juga membaca
secara seimbang bacaan yang mempunyai hukum sama.
Sejarah Ilmu Tajwid
Sebenarnya,
ilmu tajwid ini sandaran pokoknya secara praktis adalah Rasulullah SAW sendiri.
Pada awalnya, ilmu tajwid ini adalah hasil pembacaan Nabi SAW atas al-Qur'an
yang ditashihkan kepada malaikat Jibril AS. Adapun Jibril mendapatkannya dari
Allah Rabb al-‘Izzati. Kemudian Nabi SAW mengajarkannya kepada para sahabat
seperti yang beliau dengar dari Jibril AS. Demikian pula para sahabat juga
mengajarkan kepada para tabi’in, tabi’in kepada tabi’
al-tabi’in. Begitulah seterusnya pengajaran tajwid hingga masa
sekarang dalam mata rantai yang dimulai dari Nabi SAW, dari Jibril dari Rabb
al-‘Alamin al-ladzi ‘allama al-insana ma lam ya’lam.
Konon
para sahabat membaca al-Qur'an dengan benar (haqqa tilawatih) dan
membacanya dengan benar-benar tartil dengan bergantung pada tabi’at,
watak, ke-Arab-an, lurusnya aksentuasi, kefasihan lisan, serta kuatnya hafalan.
Secara tabi’at, mereka tidak salah dalam men-tartil-kan al-Qur'an
setelah menerimanya dari Nabi SAW, seperti mereka tidak pernah salah dalam
mengucapkan kalam Arab yang ditemui dari kaum mereka. Padahal pada
waktu itu dan sesudah itu, ilmu tajwid belum dihimpun, begitu pula ilmu nahwu.
Namun setelah tersebar kesalahan dan kesamaran pengucapan/lisan maka dibutuhkan
ditetapkannya kaidah-kaidah ilmu tajwid seperti dibutuhkannya penetapan kaidah
ilmu nahwu.
Tentang
siapa yang memulainya dan kepada siapa secara ilmiah ilmu ini disandarkan, ada
tiga pendapat. Ada yang mengatakan Abu al-Aswad al-Du`ali (w. 99 H), atau Abu
‘Ubaid al-Qasim bin Salam (w. 224 H.), atau al-Khalil bin Ahmad (w. 170 H).
Yang pasti panduan utama dalam hal ini adalah Rasulullah SAW sendiri.
Tidak
jelas diketahui siapa yang men-tadwin ilmu tajwid ini, walaupun sejak
dulu telah ada ulama yang concern dalam ilmu ini, dan telah diketahui
kitab dalam ilmu ini yaitu al-‘Ain, yang ditulis oleh al-Khalil.
Adapun kitab Sibawaih adalah kitab yang paling dahulu dalam pembahasan ilmu
tajwid ini.
Hubungan Ilmu Tajwid Dengan Ilmu
Qiroat
Hubungan
tajwid dengan ilmu qiroat tentu sangat kuat. Karena qiroat adalah
variasi dari cara membaca kalimat-kalimat al-Qur'an. Sedangkan al-Qur'an
sendiri diturunkan dengan tartil. Ini menurut versi kitab Shafahat. Tapi
agaknya qiroat bisa dianalogikan dengan mazhab fiqh. Sedangkan tajwid adalah
variasi cara beribadah dalam sebuah mazhab fiqh. Artinya, tajwid adalah sebuah
aturan membaca al-Qur'an dalam sebuah madzhab qiroat yang tentu saja
disesuaikan dengan mazhab qiroat masing-masing yang dianut. Lalu apa itu
tartil?
Tartil
secara bahasa diambil dari mashdar kata رتّل mengikuti bab taf’il.
Dikatakan رتّل فلان كلامه yang berarti mengiringkan antara satu kalam dengan
kalamnya yang lain secara perlahan, jadi tidak dengan tergesa-gesa. Adapun
secara istilah, tartil adalah membaca al-Qur'an al-Karim dengan perlahan-lahan
dan tenang, disertai dengan memikirkan makna-maknanya, serta dalam keadaan
menjaga hukum-hukum tajwid dan waqafnya. Atau, singkatnya, tartil adalah cara
membaca kitabullah sesuai dengan turunnya.
Tartil
itu adalah lafadz yang mencakup tiga tingkatan tilawah (pembacaan)
al-Qur'an. Ketiga tingkatan itu adalah tahqiq, hadr, dan tadwir. Sebagian
ulama membagi tingkatan ini dengan tartil, tadwir, dan hadr. Sebagian
lagi membagi menjadi empat yaitu tahqiq, tartil, tadwir, dan hadr.
Akan tetapi menurut imam Ibnu al-Jazariy bahwa tingkatan membaca al-Qur'an
itu terbagi menjadi tiga yaitu, tahqiq, hadr, dan tadwir, semuanya
termasuk tartil. Akan tetapi dalam kitab Fathu Al-Mannan dibedakan
antara tahqiq dengan tartil. Dalam kitab tersebut dijelaskan,
bahwa tahqiq itu lebih spesifik daripada tartil. Jadi tahqiq itu sudah
pasti tartil, sedangkan tartil itu belum tentu tahqiq.
Jadi dalam hal ini dipisahkan antara tartil dengan ketiga tingkatan baca yang
lain.
Tiga tingkatan
yang telah disebutkan di atas mempunyai level/pengertian yang berbeda-beda. Pertama,
tahqiq. Menurut Ibnu al-Jazariy tahqiq secara istilah
memberikan hak-hak setiap huruf, seperti memenuhi panjangnya mad,
memperjelas hamzah, menyempurnakan harakat, menjelaskan antara izhar
dan tasydid, dan semisalnya. Tahqiq ini sangat cocok untuk
melatih lisan, memperjelas lafaz-lafaz, dan mempetegak bacaan dengan
tartil semaksimal mungkin. Jadi, untuk pemula untuk memperbaiki bacaan
sebaiknya mengikuti tipe baca tahqiq ini. Selanjutnya yang dimaksudkan
dengan hadr adalah mempercepat bacaan serta memperingannya seukuran
masih sahnya riwayat yang sesuai dengan qiroat yang diikuti, dengan
mengutamakan washal serta tetap menegakkan i’rab, dan menjaga
benarnya lafaz serta kuatnya huruf. Sedangkan yang dimaksud dengan tadwir
adalah sedang antara ukuran hadr dan tahqiq.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Al-Quran
adalah salah satu kalam allah S.W.T yang diturunkan kepada nabi Muhammad S.A.W.
dan arti “quran” berarti “bacaan” yaitu pedoman seluruh umat islam diseluuh
penjuru dunia yang dipakai sebagai
petunjuk, pegangan dan lain sebagainya, didalam baik melakukan ibadah, budi
pekerti dan lain-lain.
3.2. SARAN
Kita
sebagai umat islam harus selalu menjaga dan melestarikan kemurnian Al-Quran.
Disamping dengan berkembangnya moderenisasi dan globalisasi yang mendunia, agar
kita tidak melencengdari ajaran yang dibesarkan oleh rasulullulah S.A.W. dan
tidak masuk kedalam lubang kemusyrikan.
DAFTAR PUSTAKA
Engkoswara.H.dkk.1996.
Meyusun Karya Ilmiah untuk “Angka Kridid
Guru SD”. Jakarta: dinas P dan K Propinsi DATI Jabar.
Purwa
Darwita, W.J.S 1987. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Prof.T.M.Hasbi
Ashshiddiqi (alm)
Prof.H.Bustami
A Gami
Prof.H.Muchtar
Jaya.
Prof.H.M.toha
Jaya Omar.(alm)
Dr.H.Asmukti
Ali
Drs.Kamal
Muchtar
H.Gazali
Thalib (alm)
K.H.A.
Musaddad
K.H.Ali
Maksum (alm)
Drs.
Busjairi Madjidi
Prof.R.H.A.
Soenarjo S.H
betpark
ReplyDeletetipobet
betmatik
mobil ödeme bahis
poker siteleri
kralbet
slot siteleri
kibris bahis siteleri
bonus veren siteler
8GK42